REVIEW JURNAL METODE PENELITIAN
REVIEW JURNAL
Judul
|
:
|
PENGHILANGAN
HEMISELULOSA SERAT BAMBU SECARA ENZIMATIK UNTUK PEMBUATAN SERAT BAMBU
(ENZYMATIC HEMICELLULOSE REMOVAL OF BAMBOO FIBRE
FORTHE BAMBOO FIBRE MANUFACTURING)
|
Tahun
|
:
|
2017
|
Penulis
|
:
|
Ono
Suparnodan Roberto Danieli
|
Jurnal
|
:
|
Teknologi Industri Pertanian
|
Reviewer
|
:
|
Citra Ayu Wardhani
|
Tanggal
|
:
|
6 November 2017
|
Download
|
:
|
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/view/17109
|
I.
PENDAHULUAN
Bambu
merupakan salah satu tumbuhan yang baik dalam kondisi iklim Indonesia. Bambu
merupakan bahan baku industri tekstil yang eco-friendly
dan mengandung senyawa anti-mikrobial. Serat dari bambu bisa dijadikan kain yang
mudah tergeradasi oleh mikroorganisme dan proses pembuatannya tidak berbahaya
karena tidak menggunakan bahan kimia. Kain dari bambu memiliki kemampuan breathable sehingga ketebalan akan kain
tersebut bisa digunakan saat musim dingin maupun panas. Bambu memiliki komponen
lignoselulosa berupa lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Proses pemisahan
lignin dan hemiselulosa digunakan untuk mendapatkan selulosa yang nantinya
dijadikan bahan kain. Delignifikasi merupakan proses penghilangan lignin pada
bahan lignoselulosa. Serat bambu dapat diperoleh dengan cara biologis
(penghancuran dan penambahan enzim alami), mekanis (penghancuran dan penambahan
enzim), maupun kimiawi (penambahan NaOH dan CS2). Metode biologis merupakan pilihan yang tepat
memperoleh serat bambu karena tidak berdampak buruk. Enzim xilanse dibutuhkan
untuk mendapatkan serat bambu yang bertujuan memisahkan hemiseluosa. Penggunaan
selulosa merupakan perlakuan untuk mengubah struktur struktur dan permukaan
selulosa, sehingga enzim selulase dapat diproses dan umumnyaterdiri atas zona
kristalin dan amorf.
Pada
proses ekstraksi serat bambu bagian proses inkubasi merupakan salah satu proses
yang penting karena mempengaruhi energi dan waktu yang diperlukan. Mengatasi
hal tersebut, berbagai penelitian untuk mengurangi waktu hidrolisis dilakukan
seperti pemberian perlakuan pendahuluan dan juga dilakukan pemilihian sumber
serat bambu yang sesuai. Penelitian ini menggunakan bambu kuning, bambu hitam,
dan bambu tali, serta pemilihannyaa jenis bambu berdasarkan kecepatan hidrolis
hemiselulosa secara enzimatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
jenis bambu yang sesuai dalam proses degumming serat bambu didasarkan atas mutu
dan untuk menentukan konsentrasi enzim xilanse terbaik untuk hidrolisis hemiselulosa
serat bambu terpilih.
II.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Bahan
baku berupa bambu kuning (Bambusa
vulgaris), bambu hitam (Gigantochloa
atroviolacea) , dan bambu tali (Gigantochloa
apus). Bahan baku tersebut digiling untuk mendapatkan serbuk bambu dengan
ukuran lolos pada saringan 30 mesh. Bahan kimia terdiri atas NaOH, Na2SO3,
bufer sitrat, DNS, HNO3, CH3COOH, NaHClO2, H2SO4,
dan etanol benzena. Enzim yang digunakan adalan xilanase dan seluloosa.
Alat-alat utama yang digunakan adalah shaker,
otoklaf, hammer mill, oven,
blender, penangas air, termometer, pH meter, dan spektrofotometer.
Metode
Karakterisasi Sifat Kimia Bambu
Bambu
diperkecil menggunakan hammer mill
yang lolos pada ukuran 30 mesh, lalu dicuci dengan air dan dikeringkan dalam
oven pada suhu 75̊C selama satu hari. Sifat kimia yang diukur adalah kadar
selulosa, hemiselulosa (selisih dari holoselulosa dan selulosa), lignin, dan
zat ekstraktif. Pengujian sifat kimia dilakukan untuk mengetahui kondisi bambu
sebelum hidrolisis menggunakan enzim serta mengetahui perbedaan karakteristik
setiap bambu yang mungkin berpengaru terhadap proses hidrolisis.
Karakterisasi Enzim
Pengujian
aktivitas enzim bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim yang digunakan
sehingga dapat menentukan jumlah enzim yang akan digunakan. Kondisi optimal
enzim ditentukan pada suhu dan pH tertentu. Pada enzim xilanase pada pH 5,5
dengan suhu 40̊C, 50̊C, dan 60̊C, pada enzim selulosa pada pH 4,5; 5,0; 5,5;
dan 6,0 pada suhu 45̊C, dan enzim selulosa pada suhu 37̊C dan 45̊C. Bambu yang
digunakan dalam bentuk serbukan dengan ukuran lolos 30 mesh, lalu disterilkan
dalam otoklaf dengan suhu 120̊C selama 15 menit dan kemudian 1gr serbuk disaring
dan dijadikan substrat.
Hidrolisis Selulosa dan Hidrolisis Hemiselulosa
Mengambil
dua tempat dengan masing-masing 1 gr serbuk bambu yang telah disterilkann
ditambah 100 mL buffer sitrat-fosfat pH 5,5, lalu ditambahkan 25 U/gr enzim
selulosa dan pada tempat lainnya ditambahkan 50 U/gr enzim xilanase dan dan
hasilnya diinkubasikan pada suhu 37̊C untuk enzim selulosa dan suhu 50̊C untuk
enzim xilanase selama 24 jam, kemudian dipisahkan dan dianalisis kandungan gula
pereduksi. Padatan diuji komponen kadar selulosa dan hemiselulosanya.
Penentuan Konsentrasi Enzim pada Hidrolisis Hemiselulosa
Penentuan
konsentrasi enzim menggunakan bambu yang mudah terhidrolisis menggunakan
selulase dan xilanase. Satu gram serbuk bambu yang
telah disterilkan ditambah dengan 100 mL buffer sitrat-fosfat pH 5,5, kemudian
ditambah dengan xilanase dengan konsentrasi 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350,
400, 450, dan 500 U/g. Campuran tersebut
diinkubasikan pada suhu 50°C selama 24 jam. Kondisi optimal pada selulosa
adalah suhu 37°C dan pH 5,5 sedangkan pada xilanase adalah pada suhu 50°C dan
pH 5,5. Cairan dipisahkan dan dianalisis kandungan gula pereduksinya. Padatan
diuji komponen kadar selulosa dan hemiselulosa.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bambu
Karakteristik
kimia bambu terdiri atas kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, lignin
klason dan zat esktraktif seperti yang tertera pada Tabel 1 dibawah ini.
Berdasarkan
Tabel 1. Diantara bambu kuning, bambu hitam, dan bambu tali yang memiliki nilai
zat ekstraktif tertinggi yaitu bambu tali sebesar 4,45%, untuk nilai kadar
holoselulosa tertinggi yaitu bambu kuning sebear 69,57%, untuk nilai kadar
selulosa tertinggi yaitu bambu kuning sebesar 47,33%, untuk nilai kadar
hemiselulosa tertinggi yaitu bambu kuning sebesar 22,24%, untuk nilai kadar
lignin klason tertinggi yaitu bambu tali sebesar 24,87%.
Karakteristik Enzim
Hidrolisis Selulosa
Selulase mengubah permukaan serat menjadi lebih lembut
dan lebih lentur, sehingga daya putus serat dan daya pintal menjadi lebih baik.
Hidrolisis selulosa menggunakan selulase mengakibatkan penurunan jumlah
selulosa yang terkandung pada bambu sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.
Penurunan selulosa pada bambu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan bambu
hitam maupun bambu tali, sedangkan penurunan selulosa pada bambu kuning lebih
besar dibandingkan dengan penurunan pada bambu hitam dan bambu tali (Gambar 2).
Penurunan jumlah
selulosa pada bambu berbanding lurus dengan jumlah gula pereduksi yang
dihasilkan dari hidrolisis selulosa dengan selulase.
Hidrolisis
hemiselulosa menggunakan xilanase mengakibatkan penurunan pada jumlah
hemiselulosa yang terkandung pada bambu yang dapat dilihat pada Tabel 5. Gambar
4 menunjukkan penurunan kadar hemiselulosa setelah hidrolisis dengan
menggunakan xilanase. Penurunan kandungan hemiselulosa pada bambu tidak berbeda
dibandingkan dengan data hasil hidrolisis hemiselulosa.
Pada uji ini,
selulase tidak digunakan karena dapat merusak selulosa yang ingin diperoleh.
Jenis bambu yang digunakan adalah bambu kuning, karena berdasarkan hidrolisis
selulosa dan hemiselulosa, bambu kuning merupakan jenis bambu yang paling mudah
terhidrolisis menggunakan selulase maupun xilanase. Xilanase menurunkan
kadarselulosa dan hemiselulosa pada bambu sebagaimana terlihat pada Tabel 6.
Gambar 5 menunjukkan pengaruh konsentrasi xilanase terhadap gula pereduksi yang
dihasilkan.
Gambar 5
memperlihatkan peningkatan kadar gula pereduksi yang terbentuk meningkat sampai
konsentrasi enzim 350 U/g, sedangkan pada selang konsentrasi 350-500 U/g, gula
pereduksi tidak terlihat meningkat secara signifikan. Hal ini dapat disebabkan
kandungan hemiselulosa pada bambu sedikit, sehingga gula pereduksi yang
dihasilkan juga semakin kecil. Begitu pula pada jumlah hemisellulossa yang
terhidrolisis setelah penggunaan xilanase. Hasil tersebut menunjukkan penurunan
hemiselulosa berbanding lurus dengan peningkatan gula pereduksi yang terbentuk.
Kadar hemiselulosa
pada bambu kuning adalah sekitar 22,24%, sehingga jumlah hemiselulosa yang
ingin dipisahkan adalah 22,24% dari bobot keseluruhan bambu atau 100% dari
kadar hemiselulosa. Namun, enzim tidak dapat menghilangkan seluruh hemiselulosa
meskipun dilakukan penambahan konsentrasi. Hal ini dapat dilihat pada kurva,
enzim hanya dapat menghidrolisis hemiselulosa sebesar 54% Konsentrasi xilanase
terbaik untuk menghidrolisis hemiselulosa pada bambu kuning adalah 400 U/g yang
dapat menurunkan kadar hemiselulosa bambu kuning sebesar 54% dalam waktu 24
jam.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berkaitan dengan
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa bambu kuning, bambu hitam, dan bambu
tali dapat dihidrolisis menggunakan selulase dan xilanase. Bambu kuning
merupakan jenis bambu yang paling cocok digunakan untuk pembuatan serat bambu
dibandingkan dengan bambu hitam dan bamboo tali. Bambu kuning memiliki selulosa
dan hemiselulosa yang paling mudah terhidrolisis secara enzimatik dibandingkan
dengan bambu hitam dan bambu tali. Konsentrasi xilanase terbaik untuk
menghidrolisis hemiselulosa pada bambu kuning adalah 400 U/g yang dapat
menurunkan kadar hemiselulosa bambu kuning sebesar 54% dalam waktu 24 jam.
Saran untuk
penelitian ini adalah pengujian mutu serat dari bambu kuning yang dihasilkan
perlu dilakukan. Serat bambu kuning yang dihasilkan perlu dicoba untuk dipintal
mejadi benang serat bambu, yang kemudian untuk membuat kain.
Komentar
Posting Komentar