stop kekerasan terhadap anak

JAKARTA - Kasus pembunuhan Engeline Margriet Megawe (Angeline) di Bali menyita perhatian masyarakat dalam dan luar negeri. Pembunuhan yang berlangsung sangat sadis ini, akhirnya berakhir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Berikut rentetan peristiwanya :
Semasa Hidup
Angeline merupakan putri dari pasangan Rosidik dan Hamidah. Dia diadopsi oleh keluarga Margareta sejak bayi. Orangtua Angeline menyerahkan anaknya kepada Margareta lantaran tidak memiliki uang untuk menebus biaya klinik. Saat Angeline lahir, penghasilan Rosidik waktu itu hanya Rp30 ribu perhari. Sementara biaya bersalin Hamidah saat itu mencapai Rp600 ribu. Ketika dalam kondisi sulit itulah orangtua Angeline diperkenalkan oleh Margareta melalui tetangga kosnya. Saat itu, Margareta berjanji akan menjaga, serta merawat Angeline dengan baik. Setelah dipertemukan dengan Margareta di sebuah klinik di daerah Canggu, Kuta, Badung, dia mengaku diajak ke notaris membuat perjanjian hitam di atas putih. Rosidik lalu diberi uang Rp1,8 juta oleh Margareta. 
Bersama Margareta    
Janji Margareta untuk merawat Angeline dengan baik ternyata diingkarinya. Selama di rumah Margareta, Angeline diperlakukan seperti budak kecil. Dia harus memberi makan ratusan ayam ternak milik Margareta. Sebelum selesai memberi makan ayam, Angeline dilarang makan dan berangkat sekolah. Kegiatan ini dilakukan Angeline setiap hari sebelum berangkat sekolah.Bahkan, ketika makanan dan minuman ayam kurang Angeline selalu diteriaki dan dimarahi oleh Margareta. Dengan nada menghina tanpa belas kasihan.         Pernah suatu ketika ada anak ayam Margareta yang hilang satu ekor dan tidak ketemu. Kesal anak ayamnya hilang, Margareta lalu memukuli Angeline. Margareta juga kerap menjambak rambut Angeline yang panjang. Tindakan kasar ini diterima Angeline hampir setiap hari.  Wali Kelas II SDN 12 Sanur Putu Sri Wijayanti mengatakan, setiap hari Angeline terlihat kusut, pakaiannya kotor, rambutnya berantakan dan bau kotoran ayam. Karena itu, sering kali dia yang mengkramasinya.  Dia juga mengaku sering melihat luka lebam pada tubuh Angeline. Pernah suatu hari, Margareta menemuinya dan mengatakan terim kasih telah memberikan perhatian kepada anaknya. Namun begitu, dia tidak menanyakan sebabnya karena takut.  

Angeline Hilan
g         
Sebelum ditemukan tewas dibunuh ibu angkatnya sendiri, Angeline (8) dikabarkan menghilang dari rumah, kawasan Denpasar, Bali. Kabar menghilangnya Angeline mulai diberitakan, pada Sabtu 16 Mei 2015. Saat menghilang, bocah cilik berparas cantik ini mengenakan daster panjang warna biru muda, sandal jepit warna kuning, rambut dikuncir dan berbadan kurus. Angeline terakhir kelihatan saat tengah bermain di halaman depan rumahnya, di Jalan Sedap Malam.
Ditemukan Tewas      
Setelah kabar hilangnya Angeline tersebar luas, perhatian masyarakat langsung tertuju kepada pencarian bocah malang ini. Petugas kepolisian pun didesak untuk lebih keras mencari keberadaan Angeline.  Upaya petugas akhirnya membuahkan hasil. Angeline ditemukan pada Rabu 10 Juni 2015. Saat ditemukan, Angeline sudah tidak bernyawa. Mayatnya ternyata terkubur bersama boneka berbie di rumah Margareta tepat dibelakang kandang ayam dekat pohon pisang yang ada tumpukkan sampah.
Pembunuhan Sadis     
Penemuan Angeline sangat menggemparkan, bocah yang tadinya dikabarkan hilang dan diculik, ternyata tewas dihabisi oleh Margareta, ibu angkatnya sendiri. Menurut polisi pada lehernya ditemukan luka goresan-goresan bekas jeratan. Diduga, Angeline dijerat dengan tali. Polisi juga menemukan banyak luka memar dan di kepalanya juga dibenturkan ke lantai dan tembok. Benturan keras inilah yang diduga menyebabkan Angeline meninggal dunia. Setelah tewas, mayat Angeline bahkan dilecehkan. 
Pelaku Pembunuhan   
Ditemukannya mayat Angeline disusul dengan penetapan tersangka pembunuhan. Tersangka pertama yang ditetapkan polisi sebagai tersangka adalah pembantu rumah tangga Margareta, Agus Tae Hamda May. Kepada polisi, Agus mengaku melakukan pembunuhan keji itu tidak sendiri. Dia disuruh majikannya, yakni Margereta. Keterangan Agus dijadikan dasar untuk menjadikan Margareta sebagai tersangka kedua. 
Vonis Pengadilan       
Sidang kasus pembunuhan Angeline berjalan sangat alot hingga berlangsung empat bulan. Selain karena adanya dugaan praktik kecurangan pada majelis hakim, juga adanya permainan di kepolisian. Sidang yang awalnya dipimpin Hakim Ketua I Gede Ketut Wanugraha, Made Sukreni, dan Ahmad Paten Silly dipindakan ke Ambon. Penyebabnya karena sidang berlangsung langsung lambat dan berlarut-larut. Setelah melewati proses yang melelahkan, pengadilan akhirnya menjatuhkan vonis 10 tahun penjara terhadap Agus dan penjara seumur hidup terhadap Margareta

ANALISA :
Pembunuhan pada kasus ini bisa dikategorikan dalam kekerasan yang menjadikan anak sebagai korbannya,sebab korban disini sebelum dibunuh juga mengalami kekerasan fisik bahkan dilecehkan seksual. Kekerasan terhadap anak memiliki pengertian bahwa tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional atau pengabaian terhadap anak. Penganiayaan anak itu sebagai setiap tindakan atau kelalaian orang tua yang dapat membahayakan sedangkan kekerasan fisik itu sendiri merupakan agresi fisik yang dapat berupa  menendang, mendorong, membakar, membuat memar, menjambak  atau yang dapat membuat anak tersiksa.
Sebenarnya kekerasan fisik terhadap anak itu paling rentan terjadi di keluarga, sebab di lingkungan keluarga lah anak-anak banyak menghabiskan waktunya. Ini diperkuat dengan data dari KPAI dari hasil monitoringnya di 9 provinsi bahwa 91 persen kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan keluarga, 87,6 persen di lingkungan sekolah dan 17,9 persen di lingkungan masyarakat.  Sesuai dengan kasus yang diambil ini yaitu kekerasan terjadi di lingkungan keluarga. Pelaku utama nya adalah ibu angkatnya sendiri. Namun, ibu angkatnya tidak melakukan perbuatannya sendiri tetapi juga dibantu oleh pembantunya yang ternyata melecehkan bocah kelas 2 SD tersebut.
Namun, awal dari semua permasalahan ini adalah pengadpsian Angeline yang secara liegal padahal semua tata cara dan peraturannya sudah terdapat pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yang dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Peraturan tersebut menyebut bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan tidak boleh memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Dengan mengikuti semua syarat disitu juga sudah terbilang rumit, ditambah lagi dengan ayah angkat Angeline mempunyai kewarganegaraan Amerika Serikat (WNA). Mungkin dengan alasan itu maka orangtua kandung maupun angkatnya memilih dengan cara pengadopsian yang ilegal. Padahal dengan mengambil sikap ini akan berdampak buruk bagi Angeline maupun orang tua kandungnya, sebab dengan adanya kejadian ini orangtua kandung Angeline tidak bisa berbuat banyak dikarenakan tidak lengkapnya surat-surat dalam pengadopsiannya. Seharusnya orang tua kandung Angeline berfikir panjang terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan yang demikian. Mungkin jika mengikuti aturan pengadopsian yang berlaku, kejadian ini bisa dihindari.
Salah satu efek dari pengadopsian secara ilegal itu, Angeline diperlakukan layaknya budak kecil oleh ibu angkatnya. Dibentak, disuruh urus semua ternaknya bahkan dipukuli. Ini semakin membuktikan bahwa lingkungan keluarga lah yang paling rentan terjadinya kekerasan. Lagipula anak berumur 8 tahun tidak sepantasnya mengurus ratusan ternak seorang diri, seharusnya anak seumuran Angeline itu penuh dengan bermain dengan teman-temannya. Lalu seharusnya seorang ibu itu tidak tega melihat anaknya meskipun bukan anak kandungnya, membentak hingga memukuli anaknya jika melakukan kesalahan yang menurutnya fatal. Lebih baik seorang ibu memberi tahu dengan nada pelan dan memberi perlakuan yang benar dengan cara baik-baik.
Dengan pernyataan wali kelas Angeline bahwa tahu jika ada bekas luka pukulan atau lebam dan tidak berani untuk menanyakan nya kepada orang tua Angeline itu menurut saya salah. Karena jika wali kelas tersebut menanyakannya sejak awal, setidaknya dapat melaporkan ke pihak berwajib jika memang sudah terbukti dari awal kalau ibu angkatnya melakukan penganiayaan. Mungkin dengan begitu, bisa jadi Angeline selamat dan tidak mengalami kejadian yang mengenaskan ini. Untuk itu sangat dibutuhkan sekali kepekaan atau kepedulian orang sekitar terhadap lingkungan sekitarnya. Sekalipun tahu jika ada kejanggalan dalam sebuah keluarga dengan kata lain kekerasan terhadap anak, tidak jarang masyarakat hanya diam saja dan tidak melaporkannya pada pihak yang berwenang. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab kekerasan terhadap anak kurang terekspose dan baru diekspose setelah semuanya terlambat, setelah anak tersebut ditemukan tewas.
 Yang lebih menyedihkan lagi adalah alasan Margaret yang bilang bahwa Angeline hilang. Diberitakan luas di seluruh media Indonesia. Bahkan Margaret membuat akun untuk mencari Angeline. Dengan berperilaku seperti itu pasti tidak ada yang berfikir bahwa Margaretlah yang membunuhnya. Tetapi Margaret pintar dalam memanipulasi keadaan layaknya demikian. Namun akhirnya terkuaklah sudah. Angeline ditemukan tewas dalam keadaan yang mengenaskan. Dan jelaslah sudah bahwa Margaret memang menyiksa Angeline semasa hidupnya. Terbukti dari luka gores, luka memarr bahkan bekas benturan di kepalanya. Sangat tega serang ibu melakukan hal yang demikian kepada bocah berumur 8 tahun. Tak hanya itu, ternyata setelah disika pembantu Margaret juga ambil andil dalam kasus ini, dia melecehkan Angeline. Ini benar-benar menyedihkan, seorang bocah yang berumur 8 tahun saja ternyata dilecehkan juga dengan pembantunya itu.

Masalah ini berakhir di pengadilan tetapi Margaret tidak kehabisan akal agar hukumannya itu diringankan. Karena sidang kasusnya berlangsung lama dan diduga terjadi praktik kecurangan pada majelis hakim dan kepolisian. Nah hal ini sering terjadi di Indonesia. Banyak oknum-oknum yang rela dibayar mahal oleh pelaku agar tuntutannya diringankan. Dan kebanyakan oknum tersebut pun malah lebih menerima uang dari pelaku dibanding harus menyelesaikan kasus secara adil-adilnya. Seharusnya oknum tersebut juga harus memikirkan kepentingan umum dibanding kepentingan pribadinaya, ini sebenarnya bergantung pada sikap dan mentalnya masing-masing.

sumber ; 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tabel Perbandingan (Review Jurnal)

Review Jurnal PENILAIAN USABILITAS UNTUK SITUS e-COMMERCE (STUDI KASUS SITUS www.lazada.co.id dan www.mataharimall.com)